Menjadi Keluarga TUHAN Yang Kudus
I.
Pensahan
Perjanjian Sinai (Kel 24:1-11)
Beberapa
ahli (Janzen, Child, Durham) membagi perikop ini ke dalam tiga struktur besar
yaitu Kel 24:1-2, Kel 24:3-8, dan Kel 24:9-11.[1]
Dari struktur besar ini, terdapat dua tema penting yaitu perjamuan makan
bersama (ay.1-2 & 9-11) dan upacara pengikatan perjanjian darah (ay. 3-8).[2]
Berikut ini uraian perikop Kel 24:1-11 berdasarkan tiga struktur besarnya:
Kel 24:1-2: Ia
mengundang wakil-wakil Israel melalui Musa
1Berfirmanlah
Ia kepada Musa: “Naiklah menghadap TUHAN, engkau dan Harun, Nadab dan Abihu dan
tujuh puluh orang dari para tua-tua Israel dan sujudlah kamu menyembah dari
jauh. 2Hanya Musa sendirilah yang mendekat kepada TUHAN, tetapi
mereka itu tidak boleh mendekat, dan bangsa itu tidak boleh naik bersama-sama
dengan dia.
Kel 24: 3-8: Musa
memimpin upacara pengikatan perjanjian
3Lalu
datanglah Musa dan memberitahukan kepada bangsa itu segala firman TUHAN dan
segala peraturan itu, maka seluruh bangsa itu menjawab serentak: “Segala firman
yang telah diucapkan TUHAN itu, akan kami lakukan.” 4 Lalu Musa
menuliskan segala firman TUHAN itu. Keesokan harinya pagi-pagi didirikannyalah
mezbah di kaki gunung itu, dengan du belas tugu sesuai dengan kedua belas suku
Israel. 5Kemudian disuruhnyalah orang-orang muda dari bangsa Israel,
maka mereka mempersembahkan korban bakaran dan menyembelih lembu-lembu jantan
sebagai korban keselamatan kepada TUHAN. 6Sesudah itu Musa mengambil
sebagaian dari darah itu, lalu ditaruhnya ke dalam pasu, sebagian lagi dari
darah itu disiramkannya pada mezbah itu. 7Diambilnyalah kitab
perjanjian itu, lalu dibacakannya dengan didengar oleh bangsa itu dan mereka
berkata: “Segala firman TUHAN akan kami lakukan dan akan kami dengarkan.” 8Kemudian
Musa mengambil darah itu dan menyiramkannya pada bangsa itu serta berkata: “Inilah
darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu, berdasarkan segala firman
ini.”
Kel 24:9-11: Wakil umat
Israel di hadapan TUHAN, memandang-Nya dan Makan-Minum dihadapan-Nya
9Dan naiklah
Musa dengan Harun, Nadab dan Abihu dan tujuh puluh orang dari para tua-tua
Israel. 10Lalu mereka melihat Allah Israel; kaki-Nya berjejak pada
sesuatu yang buatannya seperti lantai dari batu nilam dan yang terangnya
seperti langit yang cerah. 11Tetapi kepada pemuka-pemuka orang Israel
itu tidaklah diulurkan-Nya tangan-Nya; mereka memandang Allah, lalu makan dan
minum.
II. Penjelasan
Kel 24:1-11
a) Catatan Diakronis Teks
Melihat struktur Kej 24:1-11, meski hanya dengan kaca mata
awam, kita bisa mendapati bahwa alur narasi perikop ini kurang tersusun dengan
rapi, atau mungkin juga dipaksakan. Perintah TUHAN yang membuka perikop ini (ay
1-2) terlaksana justru di ayat 9-11 setelah melalui ayat 3-8 yang sebenarnya
kurang memiliki kesatuan tema yang sama. Penyusunan ini mengesankan adanya dua
untaian narasi yang berbeda yaitu ayat 1-2; 9-11 dan ayat 3-8.[3]
Ayat 3-8 seolah-olah menjadi sisipan di dalam perikop ini khususnya dan dalam
konteks yang lebih luas di dalam Keluaran bab 24 ini. Atau sebaliknya ayat 3-8
menjadi inti dengan ayat 1-2; 9-11 sebagai kurung literernya (literary bracket).[4]
Dengan melihat sekilas saja, akhirnya sulit untuk mengatakan
bahwa perikop ini berasal dari satu sumber tradisi atau dokumen yang sama tanpa
campur tangan redaksional. Malahan, perikop ini sangat mungkin memadukan
beberapa sumber dokumen yang ada dengan tambahan redaksional dari redaktur di
sana-sini. Mengenai masalah ini, terdapat beberapa pendapat para ahli yang
dapat dijadikan referensi. P. Hyatt menandai bahwa ay. 3-8 termasuk dalam
tradisi E, sementara ay. 9-11 termasuk dalam tradisi J.[5]
Bukti yang diajukan untuk mengatakan bahwa ay. 3-8 termasuk dalam tradisi E
ialah hubungannya dengan cerita E lainnya yaitu Kel 20:18-21 dan bukti bahwa
ay. 3-8 paralel dengan cerita E di Kel 18:38.[6]
Beyerlin berpendapat bahwa ayat 1a, 3-8, 9-11 berasal dari tradisi E dengan
sedikit perbaikan teologis oleh redaktur di ay 1b-2: “Hanya Musa
sendirilah....” Sementara itu Noth menandai bahwa ay. 1-2 berasal dari tradisi
E tapi setelah melalui proses redaksional, 9-11 dari tradisi E, dan 3-8
merupakan narasi independen dari sumber perjanjian Sinai (ay. 3-8 bersama Kel
19:3b-8 dan 20:22 merupakan satu kesatuan narasi dari kerangka cerita
perjanjian Sinai; ay 3-8 diduga baru ditulis di Kerajaan Utara pada sekitar 721
sM setelah penghimpunan hukum-hukum perjanjian itu sendiri)[7].
Dari banyaknya pendapat, sampai sekarang belum ada kesepakatan resmi mengenai
pendapat mana yang paling tepat.
Terlepas dari kepastian mengenai pendapat mana yang paling
tepat, hal utama yang perlu kita pahami dalam membaca Kel 24:1-11 adalah
konteks mengapa kedua peristiwa dengan tema yang berbeda ini (bahkan menurut
ahli, kebiasaan makan bersama sebenarnya tidak umum dalam kesatuan tema utama
tradisi Sinai)[8]
digabungkan dan ditempatkan setelah peristiwa Sinai. Diduga, perikop ini dibuat
oleh editor untuk membawa pembaca kepada kesimpulan dari rangakaian narasi Kel
19-23, perjanjian Sinai.[9]
Editor kemungkinan ingin membuat sebuah “akhir yang ideal”[10]
namun sekaligus menciptakan sebuah alur yang mendukung untuk pewahyuan dan
tuntunan TUHAN selanjutnya (bab 25 dst.). Selain itu, menurut Durham, Kel 24
dilihat sebagai upaya redaktur untuk mendasari persiapan pembentukan dan
pensahan pemimpin-pemimpin/wakil-wakil bangsa Israel, sekaligus sebagai
penegasan peran Musa sebagai wakil dan perantara TUHAN dengan bangsa-Nya.[11]
b) Catatan Awal
Perikop ini membicarakan dua tema besar yaitu: ikatan
perjanjian darah dan kehadiran wakil umat Israel di hadapan TUHAN dalam
perjamuan makan. Meskipun berbeda, keduanya disatukan oleh sebuah benang merah
yaitu keduanya merupakan ungkapan yang umum digunakan oleh masyarakat Timur
Tengah kuno untuk mengikat perjanjian (bdk. Kej 26:26-31; 31:43-54; Kej
15:7-20; Yer 43:18).[12]
Kata darah (Ibr: dim)
dalam Perjanjian lama memiliki artian yang lebih bernuansa kehidupan daripada
nuansa daging/organ tubuh. Darah biasa digunakan sebagai bahasa puitis untuk
menunjuk hidup (bdk. 2Sam 1:22; Ul 12:23).[13]
Di masyarakat sekitar bangsa Israel, darah memiliki makna yang sama
mendalamnya. Masyarakat Mesopotamia percaya bahwa manusia diciptakan dari darah
allah. Oleh masyarakat Mesir, darah dipercaya sebagai sumber hidup karena
manusia lahir dari tetes-tetes darah ilahi. Sementara itu, oleh masyarakat
Kanaan dan Arab, darah dipan-dang sebagai hidup. Orang Kanaan biasa mengatakan
ungkapan: “tumpahkan darahnya” sebagai seruan untuk membunuh seseorang. Darah
merupakan inti hidup yang utama.[14]
Sementara itu, di dalam dunia kuno, makan bersama menjadi simbol “sharing of life”. Menghianati orang yang
sehidangan dipandang sebagai sebuah pukulan yang sangat telak bagi hidup
bersama.[15]
Oleh karena itu, makan bersama juga mengandung makna hidup yang sejalan dengan
nilai darah.
Perayaan pengikatan
perjanjian antara TUHAN dengan bangsa Israel dibingkai dalam nuansa ikatan
darah dan makan bersama. Hal ini menunjukkan bahwa perayaan ini bukanlah
perayaan yang main-main. Ia bermakna hidup. Selain itu, perayaan pengikatan
yang serius ini juga menggambarkan bagaimana perjanjian antara TUHAN dengan
bangsa Israel adalah hal yang serius, yang berarti kehidupan bagi bangsa
Israel.
c) Penjelasan
Kel 24:1-2: TUHAN mengundang wakil bangsa
Israel dengan perantaraan Musa
Sebenarnya, kita tidak mengetahui secara
langsung dan jelas siapakah yang berfirman dalam pembukaan perikop ini karena
tidak terdapat pernyataan yang secara eksplisit menerangkan siapa pembicara. Penggunaan
kata ‘TUHAN’ daripada ‘Aku’ dalam kalimat langsung di ayat-ayat ini menguatkan
keraguan tadi (bdk. Kel 20:22; 24:12)[16]
Meskipun demikian, para ahli mengatakan secara pasti bahwa pembicara adalah
TUHAN sendiri.[17] Berdasarkan
pendapat itu berarti pembukaan perikop ini merupakan sebuah undangan TUHAN
kepada wakil bangsa Israel untuk menghadap-Nya.
Orang-orang yang
diundang untuk menghadap TUHAN adalah Musa sendiri, Harun, Nadab dan Abihu dan
tujuh puluh orang dari para tua-tua Israel. Keikutsertaan Harun dan
anak-anaknya (Nadab dan Abihu) diduga sebagai sebuah bentuk antisipasi bagi pensahan
peran imamat di kemudian hari.[18]
Sementara itu, ketujuhpuluh orang tua-tua yang dimaksudkan dalam ayat ini bisa
jadi semua orang tua yang dimaksud Kel 18:12, atau orang-orang cakap dan takut
akan Allah yang dimaksud Kel 18:21, atau ketujuhpuluh orang yang disebut lagi
dalam Bil 11:24-25.[19]
Pelibatan para tua-tua dalam perikop ini
diduga juga sebagai sebuah antisipasi pendasaran sahnya institusi tua-tua
Israel.
Undangan yang disampaikan
oleh TUHAN ini seolah-olah mengesampingkan peran unik dan istimewa yang
diberikan kepada Musa yaitu sebagai mediator antara TUHAN dan bangsa Israel
(bdk. Kel 19:1-25; 20:19). Selain itu, undangan ini juga berseberangan dengan
larangan mendaki gunung TUHAN dalam Kel 19:12; 21-23. Namun, sesungguhnya undangan
ini justru menjadi penegas bahwa pengalaman untuk dekat kepada TUHAN bukanlah
suatu hal yang diusahakan secara pribadi melainkan semata-mata berkat rahmat
TUHAN. Musa dapat mendekat karena undangan TUHAN dan beberapa umat Israel dapat
mendekat juga karena undangan TUHAN.[20]
Meskipun demikian,
keterangan lebih lanjut di ay.1b-2: “dan sujudlah kamu menyembah dari jauh.
Hanya Musa sendirilah....”[21]
menandakan bahwa undangan TUHAN tetap terbatas. Orang Israel tidak dapat berjumpa
secaara amat dekat dengan TUHAN. Mereka tetap membutuhkan perantara yaitu Musa.
Meskipun Musa menjadi perantara, ia sendiripun tidak diperkenankan untuk
memandang wajah TUHAN (bdk. Kel 3:3-5). TUHAN tetap menjadi misteri bagi
manusia. Ia diketahui
sejauh Ia mengingininya.
Undangan ini,
kemudian terlaksana di ay-9-11. Mengapa demikian? Di catatan awal sudah
disampaikan bahwa perjanjian ikatan darah dan makan bersama adalah dua ungkapan
umum yang digunakan orang zaman kuno untuk mengikat perjanjian. Oleh karena
itu, menurut Childs, penyusunan ini sengaja dibuat oleh redaktur agar peristiwa
makan bersama antara TUHAN dan wakil-wakil bangsa Israel tidak dilihat sebagai
upacara tandingan dari upacara yang utama yaitu upacara perjanjian ikatan darah
(ay.3-8). Peristiwa makan bersama hendaknya dilihat sebagai bagian dari upacara
perjanjian ikatan darah, tepatnya sebagai wujud kegembiraan.[22]
Kel 24:3-8: Musa memimpin upacara
pengikatan perjanjian
Ayat 3-8 merupakan upacara
puncak dari pendirian relasi perjanjian antara TUHAN dan umat Israel. Musa
sendiri menjadi pemimpin upacara dan hal ini sekali lagi menegaskan peran
sentral Musa sebagai mediator TUHAN dan umat Israel.
Musa memulai
upacara dengan memberitahukan segala firman TUHAN dan segala peraturan. Dari
ayat ini kita dapat menafsirkan bahwa yang dimaksudkan dengan segala firman
TUHAN adalah dekalog sendiri sebagaimana itu sering disebut sepuluh firman (bdk.
Kel 34:28) dan segala peraturan adalah hukum-hukum yang diberikan pada Kel
21-23 (bdk. Kel 21:1). Atas apa yang disampaikan Musa, umat Israel menjawab:
“segala firman yang telah diucapkan TUHAN itu, akan kami lakukan.” Jawaban ini merupakan
ungkapan komitmen bangsa Israel kepada TUHAN dan ini dibutuhkan untuk
melanjutkan upacara pengikatan karena jika umat Israel tidak merespon positif
maka pengikatan perjanjian tidak bisa diteruskan.
Kemudian Musa
menuliskan segala firman Tuhan dan mendirikan mezbah bagi TUHAN beserta dua
belas tugu sesuai dengan kedua belas suku Israel. Ditulisnya segala firman
Tuhan (sebelumnya lisan) dimaksudkan agar umat Israel memahami secara
sungguh-sungguh apa yang mereka komitmenkan. Memahami isi firman merupakan
langkah awal untuk dapat mewujudkan komitmen tadi (ay. 3). Tidak mungkin orang
melakukan atau menaati apa yang tidak atau belum mereka pahami. Sementara itu,
tugu-tugu yang didirikan dimaksudkan untuk menjadi monumen yang menandai bahwa
relasi antara TUHAN dan suku Israel disahkan.[23]
Sesudah itu (ay. 5)
orang-orang muda disuruh untuk mempersembahkan korban ba-karan dan korban
keselamatan Kepada TUHAN. Alasan yang paling masuk akal mengapa orang muda yang
disuruh untuk mempersembahkan korban ialah belum berdirinya institusi imamat
saat itu.[24]
Namun, intepretasi lain mengatakan bahwa hal ini berkaitan dengan Kel 19:6
dimana umat Israel dipanggil untuk menjadi kerjaan imam dan bangsa yang kudus.[25]
Oleh karena itu seluruh umat Israel, bukan hanya para imam (bdk. Kel 19:21)
dipanggil untuk menjadi kudus.
Selanjutnya, dalam
ayat 6-8, pemanfaatan darah sebagai ikatan perjanjian diungkapkan secara
eksplisit. Di sini Musa menyiramkan darah kurban kepada mezbah (representasi
TUHAN) dan kepada umat Israel. Apa makna tindakan Musa ini?
Dalam catatan awal
sudah digarisbawahi bahwa penggunaan kata darah dalam tradisi Israel dan bangsa
sekitarnya lebih bernuansa tentang hidup. Mencabut/memutus darah dari diri
seseorang berarti kematian.[26]
Dicurahkannya darah atas mezbah dan umat Israel menandakan sebuah ikatan darah
antara TUHAN dan umat Israel. Dengan demikian Israel diperkenankan oleh TUHAN
untuk menjadi “saudara sedarah”-Nya. Umat Israel menjadi keluarga kandung
TUHAN. Ikatan darah juga menjadi simbol persatuan hidup antara TUHAN dan umat
Israel: to share the same blood was the
same to share the same life.[27]
Oleh karena itu, ketika Israel memutuskan untuk terikat darah dengan TUHAN,
mereka harus setia selamanya. Sebab memutusnya sama saja dengan mati.
Ikatan darah itu
berdasarkan segala firman Tuhan. Ini berarti bahwa yang menjadi dasar
Ikatan itu tetap eksis adalah Israel
menjalankan atau mentaati apa yang difirmankan TUHAN sebagaimana yang mereka
serukan sebelum mereka diperciki oleh darah perjanjian (ay.7-8). Ikatan
TUHAN-Israel hilang bila secara definitif Israel memilih untuk berpaling dari
TUHAN.
Ikatan ini juga
yang menuntut Israel untuk menjadi umat yang kudus bagi TUHAN sebab TUHAN
sendiri kudus.[28] Memang
benar undangan untuk menjadi bagian dari TUHAN dan untuk dekat kepada-Nya
semata-mata berasal dari TUHAN, namun tetap dibutuhkan usaha manusia untuk
menanggapi undangan itu.
Kesimpulan dari
upacara pengikatan ini ialah umat Israel menerima segala firman TUHAN dan dengan
ikatan ini mereka dipersatukan dengan TUHAN untuk menjadi kelurga-Nya yang
kudus. Untuk tetap menjadi keluarga TUHAN yang kudus, Israel harus senantiasa
melaksanakan apa yang telah difirmankan oleh TUHAN. Janji (oath) inilah yang kemudian dipegang terus oleh bangsa Israel dan
menjadi fundamen hidup di sepanjang hidup mereka.
Kel 24:9-11: wakil
bangsa Israel hadir di hadapan TUHAN, memandang-Nya dan makan-minum di
hadapan-Nya
Ayat 9-11 merupakan pemenuhan dari
instruksi yang diberikan TUHAN kepada Musa di ay.1-2. Di sini, Musa dan
orang-orang yang telah disebutkan sebelumnya naik menghadap TUHAN. Mereka
melihat Allah Israel namun bukan dalam arti wajah ke wajah. Mereka melihat
lebih kepada apa yang menyelubungi Allah seperti pada umumnya pengelihatan (vision) yang dialami para nabi (bdk. Yes
6:1; Yeh 1). Kemudian,
Allah tidak mengulurkan tangan-Nya yang berarti tidak menimpakan celaka (bdk. Kel 3:20;
9:15).
Peristiwa ini mengandaikan dua hal
yaitu Allah mengundang dan manusia menguduskan dirinya agar layak bagi Allah
(bdk. Kel 19:22). Tanpa kedua hal ini manusia tidak mungkin mendekat kepada
Allah, meski bagaimanapun, undangan Allah tetap menjadi hal yang terpenting dalam
pewahyuan diri Allah. Oleh karena itu, peristiwa ini tidak dapat dipandang
sebagai sebuah prestasi manusia melainkan rahmat.
Rangakian upacara pengikatan
perjanjian ditutup dengan peristiwa makan dan minum. Ungkapan makan dan minum
di sinilah yang diartikan sebagai peristiwa perjamuan. Perjamuan ini merupakan
perayaan syukur umat Israel atas karunia yang Allah berikan yang boleh mereka
ikat dalam sebuah ikatan darah.[29]
III. Refleksi
atas Kel 24:1-11
Perikop ini adalah respon umat
Israel terhadap undangan Allah yaitu perjanjian-Nya. Mereka memilih untuk
menjadi satu keluarga dengan TUHAN. Ikatan darah yang mereka lakukan berarti
memberi diri untuk hidup di dalam hidup Allah sendiri. Dan ini berarti mereka
konsekuen dengan tuntutan untuk menjadi kudus sebagaimana Allah itu kudus.
Melanggar janji ini berarti Israel memutus ikatan darah di antara TUHAN dan
mereka dan ini berarti juga memutus hidup mereka sendiri. Mulai saat ini hidup
bangsa Israel sungguh bersumber dan berpuncak dari ikatan perjanjian mereka.
Dalam konteks hidup kekristenan,
peristiwa perjamuan terakhir Yesus sangat dapat dipahami sebagaimana memahami
Kel 24:1-11. Seperti pada perjanjian lama ini, Perjanjian baru dalam Yesus juga
diikat lewat perayaan makan bersama dan ritual darah. Dalam darah Kristus, kita
dipersatukan dalam satu keluarga Allah dan kita saling berbagi hidup dengan
Allah. Bila dalam perjanjian lama darah yang digunakan hanya menjadi bagian
upacara, dalam perjanjian baru darah Yesus yang tertumpah menjadi jaminan akan
pengampunan dosa-dosa kita.[30]
Dengan begitu kita dilayakkan oleh-Nya.
Ikatan baru ini diciptakan
berdasarkan seluruh kata dan perbuatan dan pelayanan Kristus sendiri. Kristus
bukan sekedar perantara, tapi Ialah Sabda Allah sendiri. Maka, kita dengan
mengikuti perjamuan-Nya berarti telah berseru seperti umat Israel, “segala
ketetapan-Nya akan kami lakukan.” Melakukan yang bertentangan dengan sabda,
perbuatan, dan pelayaan Yesus berarti kita memutus ikatan yang telah kita buat.
Memutus ikatan itu sama dengan mati sebab hidup kita sudah satu dalam-Nya dan
kita tidak dapat hidup tanpa sumber hidup itu sendiri.
Manusia hanya dapat mendekati Tuhan
bila rahmat-Nya ada. Dan, kita telah menerima rahmat itu lewat undangan masuk
dalam perjanjian-Nya, ‘berbahagialah kita yang diundang ke perjamuan Tuhan’.
Bersama dengan undangan itu, sekarang adalah saatnya kita senantiasa
menguduskan diri agar layak masuk dalam perjamuan-Nya. Perjamuan-Nya harus
menjadi puncak dan sumber hidup kita sebagaimana orang Israel menjadikan ikatan
perjanjian itu sebagai puncak dan sumber yang terus menerus mengingatkannya
pada perintah Allah dan membuat mereka melaksanakan perintah Allah.
[1]
Lih. W.Janzen, Exodus Believers Church
Bible Commentary, (Waterloo, Ont: Herald Press, 2000), hlm. 323-331; lihat
Brevard S. Childs, Exodus, (London:
SCM Press LTD, 1974), hlm. 497-507; lihat John I. Durham, World Biblical Commentary, Vol. III, Exodus, (Nashville: Thomas Nelson Publisher, 1987), hlm.3440-344.
[2] W.
Janzen, Exodus Believers..., hlm.323.
[3]
Brevard S. Childs, Exodus..., hlm.500.
[4]
Brevard S. Childs, Exodus..., hlm.502.
[5]
John I. Durham, “World Biblical Commentary Vol.III”, Exodus..., hlm.341.
[6] Brevard
S. Childs, Exodus..., hlm.500.
[7]
John I. Durham, “World Biblical Commentary Vol.III”, Exodus..., hlm.341.
[8] Brevard
S. Childs, Exodus..., hlm.501.
[9]
Dalam tradisi perjanjian antik, struktur perjanjian antara kedua belah pihak
yang mengadakan perjanjian selalu mencakup: (1) identification of the covenant giver yang biasanya diawali dengan
kata-kata ‘sabda dari...’; (2) historical
prologue yang mecakup prolog sejarah, yang bagi bangsa Israel ialah tentang
keluaran dari Mesir; (3) the stipulations
yaitu syarat-syarat yang dibuat oleh pembuat perjanjian yang biasanya
menggunakan forma ‘jika..., maka....’; (4) Provision
for deposit and periodic public reading yaitu ketentuan untuk pembacaan
perjanjian secara periodik di kemudian hari; (5) the list of witnesses to the treaty yaitu saksi-saksi, yang dalam
konteks perjanjian TUHAN dan Israel, TUHAN sendiri yang menjadi saksi; (6) blessing and curse yaitu catatan tentang
berkat bila mentaati perjanjian dan kutuk bila melanggar; (7) the ratification ceremony yaitu upacara
peneguhan. Poin nomor tujuh inilah yang diduga dimaksudkan oleh redaktur dapat
menjadi “akhir yang ideal” atau puncak
atau kesimpulan dari Kel 19-23, seperti pada umumnya perjanjian yang ada di
zaman kuno. [Lihat David Noel Freedman et.al.,
The Anchor Bible Dictionary, Vol. I, Blood, (New York: Banteem Doubleday Dell
Publisihing Group, 1992), hlm.1185].
[10] John
I. Durham, “World Biblical Commentary Vol.III”, Exodus..., hlm.341.
[11] John
I. Durham, “World Biblical Commentary Vol.III”, Exodus..., hlm.342.
[12]
W.Janzen, Exodus Believers...,
hlm.323-326.
[13]
David Noel Freedman et.al., Anchor
Bible...Vol.II..., hlm.761.
[14]
G. Johannes Botter Weck & Helmer Ringgren, Theological Dictionary of The Old Testament, (Michigan: William B.
Eerdmans Publising Company, 1978), hlm.237-238.
[15]
David Noel Freedman et.al., Anchor
Bible...Vol.I..., hlm. 906.
[16]
Pembicara/ subyek kalimat dalam ayat-ayat ini sangat jelas yaitu TUHAN. Hal ini
dikuatkan dalam penulisan kalimat
langsung dimana pembicara/ subyek kalimat disebutkan kembali dengan kata
ganti orang pertama: Aku daripada menuliskan kembali nama atau siapa si
pembicara.
[17]
Bdk. Brevard S. Childs, Exodus...,
hlm.504; John I. Durham, “World Biblical Commentary Vol.III”, Exodus..., hlm.342;
[18] W.Janzen,
Exodus Believers..., hlm.324.
[19] John
I. Durham, “World Biblical Commentary Vol.III”, Exodus..., hlm.343.
[20] W.Janzen,
Exodus Believers..., hlm.324.
[21] John
I. Durham, “World Biblical Commentary Vol.III”, Exodus..., hlm.341.
[22] Brevard
S. Childs, Exodus..., hlm.502 dan
504.
[23] John
I. Durham, “World Biblical Commentary Vol.III”, Exodus..., hlm.343.
[24] Brevard
S. Childs, Exodus..., hlm.505.
[25] W.Janzen,
Exodus Believers..., hlm.328.
[26]
G.Johannes Botter Weck & Helmer Ringgren, Theological Dictionary of..., hlm.238.
[27] Brevard
S. Childs, Exodus..., hlm.506.
[28] John
I. Durham, “World Biblical Commentary Vol.III”, Exodus..., hlm.344.
[29] Brevard
S. Childs, Exodus..., hlm.507.
[30] Brevard
S. Childs, Exodus..., hlm.511.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar