Sabtu, 07 Maret 2015


Filsafat Etika Thomas Aquinas
Tentang Baik dan Buruk

 Pengantar
Baik dan  buruk merupakan konsep abstrak yang sering kali tidak begitu jelas pe-ngertiannya. Dasar dari konsep baik dan buruk menjadi hal penting dalam menentukan sesuatu tindakan adalah baik atau buruk. Secara filosofis kita akan senantiasa bertanya: “Apa dasarnya perbuatan ini adalah baik dan apa dasarnya perbuatan itu adalah buruk?”
Mengetahui dasar dari konsep baik dan buruk pun belum cukup memuaskan. Pada tahap selanjutnya muncul pertanyaan baru: “Mengapa harus berbuat yang adalah baik dan tidak berbuat yang adalah buruk?” Tentu ada alasan yang hakiki bagi seseorang untuk bertindak.
Berdasarkan dua pertanyaan filosofis tersebut, Thomas Aquinas seorang filsuf religius menuangkan pemikirannya untuk mendekati jawaban pertanyaan-pertanyaan itu. Dalam karyanya Summa Teologiae[1], terutama pada bagian Etika, Ia mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar tentang baik dan buruk. Dalam pemikiran filosofisnya yang juga dipengaruhi Aristoteles[2], Thomas menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan mengaitkan antara manusia, tujuan akhir manusia, dan kodrat manusia.

 Riwayat Hidup Thomas Aquinas
Thomas aquinas lahir pada tahun 1225 di Roccasecca wilayah Napoli, Italia. Ia adalah seorang keturunan bangsawan. Ketika masih berumur lima tahun, orangtua Thomas mengirimnya belajar di biara Monte Cassino[3]. Pada tahun 1239, Ia belajar di Universitas Naples. Tahun 1243 Ia memutuskan untuk masuk ordo Dominikan, namun hal itu ditentang oleh keluarganya.[4] Baru pada tahun 1245 Thomas benar-benar bergabung dengan Ordo Dominikan, dan  kemudian Ia ke Paris untuk belajar di bawah bimbingan Albertus Agung.
Tahun 1248 Thomas menemani Albertus ke Koeln sampai tahun 1252. Pada periode itulah Ia menulis komentar-komentarnya terhadap Sententiae karya Petrus Lambardus (Ini menjadi titik awal karya filosofis dan teologisnya). Setelah menyelesaikan studinya, pada 1252 sampai 1259 Ia mulai mengajar di Paris.
Tahun 1259 sampai 1269 Thomas kembali ke Italia untuk menjadi Teolog di tribunal kepausan. Tahun 1269 Ia pergi ke Perancis lagi utuk menjadi profesor teologi di Universitas Paris hingga tahun 1272. Pada periode ini Thomas menulis karya terbesarnya Summa Teologiae. Namun, pada akhir 1273 Ia berhenti menulis dan meninggalkan Summa Teologiae-nya tak selesai[5].
Pada Januari 1274, Thomas berangkat menuju konsili Lyon atas undangan Paus Gregorius X. Dalam perjalanannya ke Lyon, Ia jatuh sakit di rumah sepupunya Fransiska Aquinas dan tidak dapat melanjutkan perjalanan ke Lyon. Beberapa waktu di rumah sepupunya, kemudian Ia meminta menghabiskan hari-harinya di biara, maka Ia dibawa ke biara Fossanova di mana akhirnya Ia wafat pada 7 Maret 1274.

Pandangan Filosofis Thomas Aquinas
Dalam karya-karyanya, Thomas menuliskan pemikirannya tentang penciptaan, tentang esensi dan eksistensi serta lima jalan pembuktian eksistensi Allah yang terkenal, tentang manusia, tentang etika, dan masih banyak lagi. Pemikiran Thomas tentang baik dan buruk dapat ditemukan dalam karya-karyanya tentang manusia dan juga etika.

1.  Kesatuan Manusia
Menurut pandangan Thomas Aquinas, manusia merupakan satu substansi saja (yang terdiri dari jiwa dan badan)[6]. Thomas menolak ajaran dualisme Plato. Dengan menggunakan pemikiran filosofis Aristoteles tentang materi dan bentuk atau aktus dan potensi atau perealisasian dan bakat, Ia menjelaskan kesatuan badan dan jiwa. Jiwa menjadi bentuk atau aktus atau perealisasian dari badan. Atau secara sederhana, jiwa menjadi daya gerak bagi badan untuk menjadi realitas[7].
Jiwa melakukan aktivitas yang melebihi sifat badani, yaitu berpikir dan berkehendak[8]. Kedua aktivitas itu bersifat rohani, maka jiwa pun harus bersifat rohani (sesuai prinsip tindakan mengikuti cara beradanya) dan sifat inilah yang menjadi khas manusia[9]. Selain itu, karena jiwa bersifat rohani maka ia pun akan hidup terus. Pendapatnya ini berlawanan dengan pendapat Aristoteles, namun sejalan dengan pemikiran Plato.
Kemudian, mengakui kesatuan utuh manusia maka segala tindakan harus diakui sebagai perbuatan “aku” yang utuh sebagai jiwa dan badan yang satu[10]. Kesatuan ini juga mengandaikan bahwa badan manusia hanya terdiri dari satu jiwa saja. Pemikirannya ini menentang pemikiran neo-platonisme tentang satu jiwa untuk semua. Dan, karena jiwa menjadi bentuk atau cara berada maka tindakan manusia harus seturut caranya berada dan bertanggung jawab apakah tindakannya sesuai atau tidak sesuai dengan caranya berada[11].

2.  Tujuan Akhir Hidup Manusia
Manusia sebagai satu kesatuan jiwa dan badan mengambil bagian dalam adanya realitas tertinggi yaitu Allah[12]. Kemudian dalam etikanya, Thomas mengatakan bahwa tujuan akhir manusia ialah memandang realitas tertinggi yang berarti adalah Allah[13]. Hidup seseorang harus diarahkan kepada tujuan akhirnya.[14] Tujuan akhir manusia (memandang Allah) pula yang menjadi kriteria baik dan buruk. Suatu tindakan baik bila mendekati-Nya dan buruk bila menjauhi-Nya[15].
Sampai di situ akan muncul pertanyaan: Bagaimana mengetahui bahwa suatu tindakan mendekati atau menjauhi Allah? Menurut Thomas, tugas ini menjadi pekerjaan hukum kodrat yang diturunkan dari caranya manusia berada[16]. Cara manusia berada ialah sebagai makhluk rohani.[17]




3.  Etika Thomas dalam Hukum Kodrat
Untuk mengarahkan diri kepada tujuan akhirnya, manusia harus melakukan yang baik dan menghindari yang jahat. Hal ini merupakan perintah moral yang paling dasar[18]. Yang baik dan yang jahat diketahui dari hukum kodrat yang manusia pahami melalui akal budinya.
Hukum kodrat yang Thomas tuliskan bersumber dari Stoa yang sudah disempurnakan olehnya. Hukum kodrat mengacu kepada kodrat. Kodrat ialah realitas atau struktur realitas atau hakikat realitas yang ada. Semua makhluk memiliki kodratnya dan dituntut untuk mengembangkan kodratnya dengan hidup sesuai kodratnya.
Hidup sesuai kodrat masih juga kurang jelas. Hidup sesuai kodrat berarti menyempurnakan diri sesuai kekhasan yang ada[19]. Apa kekhasan manusia? Thomas mengambil gagasan dari Aristoteles tentang manusia yang memiliki kecenderungan vegetatif, sensitif, dan rohani. Dari pemikiran itu, Thomas menyimpulkan bahwa kecenderungan rohanilah yang membuat manusia khas dari makhluk lain. Jadi, manusia hidup sesuai kodrat jika mereka menyempurnakan diri sebagai makhluk rohani.
Penyempurnaan diri sebagai makhluk rohani menjadi tolak ukur konkret tentang baik dan buruk bagi manusia untuk mencapai tujuan akhir hidupnya. Tindakan itu mendekati tujuan akhir bila tak menghalangi diri menjadi makhluk rohani yang lebih sempurna. Sebaliknya, tindakan itu menjauhi tujuan akhir bila menghalangi proses penyempurnaan rohani manusia[20].
Menaati hukum kodrat ialah sebuah kewajiban dan bukan hanya sekedar kebijaksanaan bagi manusia. Menaati hukum kodrat berarti menaati Allah sendiri karena hukum kodrat bersumber dari Hukum Abadi sendiri yakni Allah. Kodrat manusia adalah sesuatu yang dikehendaki Allah memang demikan adanya. Dan kita wajib mengembangkan kodrat kemanusiaan kita untuk mencapai tujuan akhir kita.

Tanggapan
Penjelasan filosofis Thomas tentang baik dan buruk serta alasan manusia harus berbuat baik cukup bernuansa teologis. Meski demikian pemikirannya tetaplah masuk akal dan tak bisa dikatakan sepenuhnya bersifat dogmatis. Walaupun memang harus diakui bahwa untuk menerima pemikiran filosofisnya, kita harus mengamini bahwa Allahlah realitas tertinggi itu.
Cara Thomas mengintegralkan antara baik dan buruk dengan tujuan akhir hidup manusia sangat tepat dan masuk akal. Segala sesuatu bernilai tergantung tujuan. Misalnya, menghidupkan lampu minyak baik bila ditujukan untuk menerangi. Namun hal itu menjadi buruk bila ditujukan untuk membakar rumah tetangga. Ada hubungan khas antara baik-buruk dengan tujuan, dan Thomas telah mengutarakan tujuan yang tertinggi.
Thomas menyimpulkan bahwa tujuan akhir manusia ialah memandang Allah. Di sini muncul tentang kriteria tindakan mana yang menjauhi atau mendekati memandang Allah. Kemudian Ia menjelaskan tentang hidup sesuai kodrat.
Hidup sesuai kodrat berarti mengembangkan kekhasan yang dimiliki oleh yang “ada” dan bagi manusia hal itu ialah rohaninya. Manusia dituntut untuk menyempurnakan diri menjadi makhluk rohani. Di sini kita akan sampai kepada ketidakjelasan yang akan sulit dijawab oleh akal budi. Kriteria pribadi rohani yang sempurna belum tercapai oleh akal, dan hal ini hanya terjawab oleh Wahyu Allah lewat Kitab Suci. Pada titik ini akhirnya terasa bahwa ulasan Thomas tentang baik dan buruk terungkap justru lewat pengetahuan wahyu dan bukan akal.
Memang akan selalu muncul pertanyaan baru mengenai baik-buruk dan tujuan akhir hidup manusia. Namun, penjelasan Thomas menggunakan pemikirannya tentang manusia, tujuan akhir manusa dan hukum kodrat adalah ilmiah untuk menjelaskan hal yang abstrak. Hukum kodrat Thomas memiliki rasionalitas yang tinggi di mana akhirnya diketemukan bahwa manusia berbuat baik demi tujuan akhirnya dan demi dirinya sendiri, penyempurnaan diri sebagai makhluk rohani.


Baca juga:

Bertens, Kees. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1976.
Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat I. Yogyakarta: Kanisius, 1998.
Magniz-Suseno, Franz. 13 Tokoh Etika. Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Modin, Battista. A History of Medieval Philosophy. Bangalore: Theological Publications, 1991.
Sutrisno, F.X. Mudji et.al. Para Filsuf Penentu Gerak Zaman. Yogyakarta: Kanisius, 2000. 



[1] Summa Teologiae terdiri dari tiga bagian: tentang Allah, Etika, dan Kristus.
[2] Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 82.
[4] Battista Modin, A History of Medieval Philosophy (Bangalore: Theological Publications, 1991), hlm.133.
[5] Battista Modin, A History..., hlm. 325.
[6] K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1976), hlm. 35.
[7] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm. 110.
[8] K. Bertens, Ringkasan Sejarah..., hlm. 35.
[9] Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh..., hlm. 88.
[10] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah..., hlm. 110.
[11] Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh..., hlm. 86.
[12] K. Bertens, Ringkasan Sejarah..., hlm. 34.
[13] Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh..., hlm. 88.
[14] Rina Rehayati, Filsafat Religius Thomas Aquinas (internet).
[15] Battista Modin, A History..., hlm. 350.
[16] Battista Modin, A History..., hlm. 350.
[17] Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh..., hlm. 87.
[18] Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh..., hlm. 87.
[19] Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh..., hlm. 87.
[20] Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh..., hlm. 88.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar