Filsafat Etika Thomas
Aquinas
Tentang Baik dan Buruk
Pengantar
Baik dan buruk merupakan konsep abstrak yang sering
kali tidak begitu jelas pe-ngertiannya.
Dasar dari konsep baik dan buruk menjadi hal penting dalam menentukan sesuatu
tindakan adalah baik atau buruk. Secara filosofis kita akan senantiasa
bertanya: “Apa dasarnya perbuatan ini adalah baik dan apa dasarnya perbuatan
itu adalah buruk?”
Mengetahui dasar dari konsep baik
dan buruk pun belum cukup memuaskan. Pada tahap selanjutnya muncul pertanyaan
baru: “Mengapa harus berbuat yang adalah baik dan tidak berbuat yang adalah
buruk?” Tentu ada alasan yang hakiki bagi seseorang untuk bertindak.
Berdasarkan dua pertanyaan
filosofis tersebut, Thomas Aquinas seorang filsuf religius menuangkan
pemikirannya untuk mendekati jawaban pertanyaan-pertanyaan itu. Dalam karyanya Summa Teologiae[1],
terutama pada bagian Etika, Ia mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar
tentang baik dan buruk. Dalam pemikiran filosofisnya yang juga dipengaruhi
Aristoteles[2],
Thomas menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan mengaitkan antara manusia,
tujuan akhir manusia, dan kodrat manusia.
Riwayat Hidup
Thomas Aquinas
Thomas aquinas lahir
pada tahun 1225 di Roccasecca wilayah Napoli, Italia. Ia adalah seorang
keturunan bangsawan. Ketika masih berumur lima tahun, orangtua Thomas
mengirimnya belajar di biara Monte Cassino[3].
Pada tahun 1239, Ia belajar di Universitas Naples. Tahun 1243 Ia memutuskan
untuk masuk ordo Dominikan, namun hal itu ditentang oleh keluarganya.[4]
Baru pada tahun 1245 Thomas benar-benar bergabung dengan Ordo Dominikan,
dan kemudian Ia ke Paris untuk belajar
di bawah bimbingan Albertus Agung.
Tahun 1248 Thomas
menemani Albertus ke Koeln sampai tahun 1252. Pada periode itulah Ia menulis
komentar-komentarnya terhadap Sententiae
karya Petrus Lambardus (Ini menjadi titik awal karya filosofis dan
teologisnya). Setelah menyelesaikan studinya, pada 1252 sampai 1259 Ia mulai
mengajar di Paris.
Tahun 1259 sampai
1269 Thomas kembali ke Italia untuk menjadi Teolog di tribunal kepausan. Tahun
1269 Ia pergi ke Perancis lagi utuk menjadi profesor teologi di Universitas
Paris hingga tahun 1272. Pada periode ini Thomas menulis karya terbesarnya Summa Teologiae. Namun, pada akhir 1273
Ia berhenti menulis dan meninggalkan Summa
Teologiae-nya tak selesai[5].
Pada Januari 1274,
Thomas berangkat menuju konsili Lyon atas undangan Paus Gregorius X. Dalam
perjalanannya ke Lyon, Ia jatuh sakit di rumah sepupunya Fransiska Aquinas dan
tidak dapat melanjutkan perjalanan ke Lyon. Beberapa waktu di rumah sepupunya,
kemudian Ia meminta menghabiskan hari-harinya di biara, maka Ia dibawa ke biara
Fossanova di mana akhirnya Ia wafat pada 7 Maret 1274.
Pandangan Filosofis
Thomas Aquinas
Dalam karya-karyanya,
Thomas menuliskan pemikirannya tentang penciptaan, tentang esensi dan eksistensi
serta lima jalan pembuktian eksistensi Allah yang terkenal, tentang manusia,
tentang etika, dan masih banyak lagi. Pemikiran Thomas tentang baik dan buruk
dapat ditemukan dalam karya-karyanya tentang manusia dan juga etika.
1. Kesatuan Manusia
Menurut pandangan
Thomas Aquinas, manusia merupakan satu substansi saja (yang terdiri dari jiwa
dan badan)[6].
Thomas menolak ajaran dualisme Plato. Dengan menggunakan pemikiran filosofis
Aristoteles tentang materi dan bentuk atau aktus dan potensi atau perealisasian
dan bakat, Ia menjelaskan kesatuan badan dan jiwa. Jiwa menjadi bentuk atau
aktus atau perealisasian dari badan. Atau secara sederhana, jiwa menjadi daya
gerak bagi badan untuk menjadi realitas[7].
Jiwa melakukan
aktivitas yang melebihi sifat badani, yaitu berpikir dan berkehendak[8].
Kedua aktivitas itu bersifat rohani, maka jiwa pun harus bersifat rohani
(sesuai prinsip tindakan mengikuti cara beradanya) dan sifat inilah yang
menjadi khas manusia[9].
Selain itu, karena jiwa bersifat rohani maka ia pun akan hidup terus.
Pendapatnya ini berlawanan dengan pendapat Aristoteles, namun sejalan dengan
pemikiran Plato.
Kemudian, mengakui
kesatuan utuh manusia maka segala tindakan harus diakui sebagai perbuatan “aku”
yang utuh sebagai jiwa dan badan yang satu[10].
Kesatuan ini juga mengandaikan bahwa badan manusia hanya terdiri dari satu jiwa
saja. Pemikirannya ini menentang pemikiran neo-platonisme tentang satu jiwa
untuk semua. Dan, karena jiwa menjadi bentuk atau cara berada maka tindakan
manusia harus seturut caranya berada dan bertanggung jawab apakah tindakannya
sesuai atau tidak sesuai dengan caranya berada[11].
2. Tujuan Akhir Hidup Manusia
Manusia sebagai
satu kesatuan jiwa dan badan mengambil bagian dalam adanya realitas tertinggi
yaitu Allah[12].
Kemudian dalam etikanya, Thomas mengatakan bahwa tujuan akhir manusia ialah
memandang realitas tertinggi yang berarti adalah Allah[13].
Hidup seseorang harus diarahkan kepada tujuan akhirnya.[14]
Tujuan akhir manusia (memandang Allah) pula yang menjadi kriteria baik dan
buruk. Suatu tindakan baik bila mendekati-Nya dan buruk bila menjauhi-Nya[15].
Sampai di situ akan
muncul pertanyaan: Bagaimana mengetahui bahwa suatu tindakan mendekati atau
menjauhi Allah? Menurut Thomas, tugas ini menjadi pekerjaan hukum kodrat yang
diturunkan dari caranya manusia berada[16].
Cara manusia berada ialah sebagai makhluk rohani.[17]
3. Etika Thomas dalam Hukum Kodrat
Untuk mengarahkan
diri kepada tujuan akhirnya, manusia harus melakukan yang baik dan menghindari
yang jahat. Hal ini merupakan perintah moral yang paling dasar[18].
Yang baik dan yang jahat diketahui dari hukum kodrat yang manusia pahami
melalui akal budinya.
Hukum kodrat yang
Thomas tuliskan bersumber dari Stoa yang sudah disempurnakan olehnya. Hukum
kodrat mengacu kepada kodrat. Kodrat ialah realitas atau struktur realitas atau
hakikat realitas yang ada. Semua makhluk memiliki kodratnya dan dituntut untuk
mengembangkan kodratnya dengan hidup sesuai kodratnya.
Hidup sesuai kodrat
masih juga kurang jelas. Hidup sesuai kodrat berarti menyempurnakan diri sesuai
kekhasan yang ada[19].
Apa kekhasan manusia? Thomas mengambil gagasan dari Aristoteles tentang manusia
yang memiliki kecenderungan vegetatif, sensitif, dan rohani. Dari pemikiran
itu, Thomas menyimpulkan bahwa kecenderungan rohanilah yang membuat manusia
khas dari makhluk lain. Jadi, manusia hidup sesuai kodrat jika mereka
menyempurnakan diri sebagai makhluk rohani.
Penyempurnaan diri
sebagai makhluk rohani menjadi tolak ukur konkret tentang baik dan buruk bagi
manusia untuk mencapai tujuan akhir hidupnya. Tindakan itu mendekati tujuan
akhir bila tak menghalangi diri menjadi makhluk rohani yang lebih sempurna.
Sebaliknya, tindakan itu menjauhi tujuan akhir bila menghalangi proses
penyempurnaan rohani manusia[20].
Menaati hukum
kodrat ialah sebuah kewajiban dan bukan hanya sekedar kebijaksanaan bagi
manusia. Menaati hukum kodrat berarti menaati Allah sendiri karena hukum kodrat
bersumber dari Hukum Abadi sendiri yakni Allah. Kodrat manusia adalah sesuatu
yang dikehendaki Allah memang demikan adanya. Dan kita wajib mengembangkan
kodrat kemanusiaan kita untuk mencapai tujuan akhir kita.
Tanggapan
Penjelasan
filosofis Thomas tentang baik dan buruk serta alasan manusia harus berbuat baik
cukup bernuansa teologis. Meski demikian pemikirannya tetaplah masuk akal dan
tak bisa dikatakan sepenuhnya bersifat dogmatis. Walaupun memang harus diakui
bahwa untuk menerima pemikiran filosofisnya, kita harus mengamini bahwa Allahlah
realitas tertinggi itu.
Cara Thomas
mengintegralkan antara baik dan buruk dengan tujuan akhir hidup manusia sangat
tepat dan masuk akal. Segala sesuatu bernilai tergantung tujuan. Misalnya,
menghidupkan lampu minyak baik bila ditujukan untuk menerangi. Namun hal itu
menjadi buruk bila ditujukan untuk membakar rumah tetangga. Ada hubungan khas
antara baik-buruk dengan tujuan, dan Thomas telah mengutarakan tujuan yang
tertinggi.
Thomas menyimpulkan
bahwa tujuan akhir manusia ialah memandang Allah. Di sini muncul tentang
kriteria tindakan mana yang menjauhi atau mendekati memandang Allah. Kemudian
Ia menjelaskan tentang hidup sesuai kodrat.
Hidup sesuai kodrat
berarti mengembangkan kekhasan yang dimiliki oleh yang “ada” dan bagi manusia
hal itu ialah rohaninya. Manusia dituntut untuk menyempurnakan diri menjadi
makhluk rohani. Di sini kita akan sampai kepada ketidakjelasan yang akan sulit
dijawab oleh akal budi. Kriteria pribadi rohani yang sempurna belum tercapai
oleh akal, dan hal ini hanya terjawab oleh Wahyu Allah lewat Kitab Suci. Pada
titik ini akhirnya terasa bahwa ulasan Thomas tentang baik dan buruk terungkap
justru lewat pengetahuan wahyu dan bukan akal.
Memang akan selalu
muncul pertanyaan baru mengenai baik-buruk dan tujuan akhir hidup manusia.
Namun, penjelasan Thomas menggunakan pemikirannya tentang manusia, tujuan akhir
manusa dan hukum kodrat adalah ilmiah untuk menjelaskan hal yang abstrak. Hukum
kodrat Thomas memiliki rasionalitas yang tinggi di mana akhirnya diketemukan
bahwa manusia berbuat baik demi tujuan akhirnya dan demi dirinya sendiri,
penyempurnaan diri sebagai makhluk rohani.
Baca juga:
Bertens, Kees. Ringkasan
Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1976.
Hadiwijono, Harun.
Sari Sejarah Filsafat Barat I. Yogyakarta: Kanisius, 1998.
Magniz-Suseno, Franz. 13
Tokoh Etika. Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Modin, Battista. A
History of Medieval Philosophy. Bangalore: Theological Publications, 1991.
Sutrisno, F.X. Mudji et.al.
Para Filsuf Penentu Gerak Zaman.
Yogyakarta: Kanisius, 2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar